Pekan lalu, muncul berita resmi mengenai pembelian saham PT Bank
Tabungan Pensiunan Nasional Tbk oleh Sumitomo Mitsui Banking
Corporation. Penjelasan resmi BTPN kepada Bursa Efek Indonesia melalui
keterbukaan informasi, telah mengonfirmasi rumor yang muncul beberapa
bulan sebelumnya.
Sumitomo Mitsui Banking Corporation (SMBC)
membeli 24,26 persen saham Bank Tabungan Pensiunan Nasional (BTPN).
Meski bukan sebagai pemegang saham pengendali, tetapi SMBC bisa ikut
terjun dalam bisnis BTPN di sini. Kemudian, seperti yang dikemukakan
SMBC, bisa jadi mengadopsi bisnis itu untuk dibawa ke negara lain yang
sudah lebih dahulu dimasuki SMBC.
Ketika akuisisi itu
terealisasi, sejumlah pertanyaan muncul. Ada apa dengan bank di
Indonesia sehingga institusi keuangan yang berbasis di Jepang tertarik?
Dalam skala lebih khusus, ada apa dengan BTPN sehingga institusi
keuangan yang sudah memiliki bank di Indonesia–yakni Sumitomo Mitsui
Indonesia- pun tertarik memiliki sahamnya?
Mari kita bicara
tentang Indonesia dan potensinya. Indonesia adalah negara dengan jumlah
penduduk sekitar 240 juta. Jumlah itu banyak? Tentu saja. Penduduk
nomor empat di dunia.
Dengan jumlah masyarakat kelas menengah
yang terus meningkat, posisi Indonesia semakin menggiurkan. Bayangkan
saja, semakin banyak uang di genggaman tangan atau semakin tinggi
jabatan seseorang, tentu perlu simbol status.
Dari sisi barang konsumsi, misalnya. Semakin tinggi pendapatan seseorang, umumnya tak cukup makan
menu pokok dan produk lokal. Keinginan membeli produk impor meningkat,
disamping kebutuhan makanan ikutan yang sebelumnya tak pernah terpikir
saat pendapatan belum setinggi saat ini.
Namun, dari sisi
perbankan seperti BTPN, keunikannya lah yang membuat SMBC tertarik. BTPN
selama ini fokus pada pembiayaan pensiunan dan masyarakat
berpenghasilan rendah, tetapi produktif. Bisa dibilang, kelompok usaha
mikro, kecil, dan menengah.
Dari hitungan Bank Dunia, ada sekitar
50 persen masyarakat Indonesia yang belum tersentuh akses perbankan.
Dari sisi usaha mikro, kecil, dan menengah yang jumlahnya di Indonesia
sekitar 52 juta orang, masih banyak yang belum bersentuhan dengan
institusi keuangan bank.
Artinya, pasar untuk kelompok UMKM
terbuka luas. Apalagi, Bank Indonesia sudah menerbitkan aturan agar
setiap bank di Indonesia harus menyediakan porsi 20 persen dari
kreditnya untuk sektor UMKM pada tahun 2018.
Angka-angka itu
menjadi gambaran besarnya peluang yang bisa dimanfaatkan. Meskipun, bank
harus mengeluarkan usaha yang lebih keras untuk membidik pasar UMKM
ini. Misalnya, mendatangi calon nasabah ke lokasi usaha mereka.
Akibatnya, biaya yang diperlukan sedikit lebih tinggi.
Besarnya
potensi ini membuat UMKM-terutama di Indonesia-terlihat menarik. Kendati
agak terlambat sadar, kini bank-bank yang beroperasi di Indonesia
mulai ramai-ramai melirik pasar UMKM yang cukup berpotensi ini.
Bagaimana
menggarap pasar yang terbuka luas ini? Mengutip pendapat presiden
direktur sebuah bank swasta ternama di Indonesia : Saya akan konsentrasi
di Indonesia, yang pasarnya masih sangat luas ini. Jangan sampai,
pasar ini justru dimanfaatkan bank-bank asing
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !